Ibn Sina, Kasidah Jiwa (Al-Qasidah al-‘Ayniyyah)


Puisi Ibn Sina Al-Qasidah al-‘Ayniyyah

Kasidah Jiwa

 

 

Dari tempat tertinggi turun kepadamu merpati abu-abu,

     yang berperangai mulia dan mahardika.

Ia yang terhijab dari tiap-tiap arif yang menatap,

     tak berpurdah dan menyingkapkan wajah.

Ia merengkuhmu dengan rempuh, namun mungkin

     darimu ia enggan berpisah, setelah dicecapnya kemuskilan.

Tercampak, terasa tak jamak, namun manakala memalar,

     didapatinya puing dan padang pasir.

Kuterka ia terlupa pada ribuan tarikh dalam relung nirmala,

     ranah-ranah [megah serta] sulit dipercaya sebab keterparakannya,

Hingga manakala meniti ha dari hubut-nya [lesat menukik],

     dari mim markaz-nya tiba ia di gelanggang lapang,

Suatu Tsa, berpadu tsaqil [padan] dengannya, dan ia dapati

     dirinya antara titik yang dapat diketahui serta tengara rendah tempat berpijak.

Tangisnya rebak membayangi kenangan kala ia berada di relung nirmala itu,

     dan tiada henti manakala ia terus menjumut

Serta terus mendekut di antara puing reruntuh

     yang mansuh oleh bertubi desir angin dari empat penjuru.

Dan [wujud wadak] merintang menghalanginya,

     sebuah sangkar [memenjaranya] dari ketinggian serta puncak penghabisan.

Hingga apabila perlawatan menuju relung nirmala itu

     kian menjelang serta keberanjakan ke arah bentang lapang itu kian di ambang.

Dan ia datang demi membelakangi semua orang

     yang menetap sebagai sahib bumi, tiada peduli pada ritual terakhir.

Ia mendekut, dan tingkap telah disingkap, hingga disaksikannya

     apa yang tak dapat dipandang mata yang terleka.

Dan ia bersenandung di pagi hari, di puncak paling tinggi,

     dan ilmu meninggikan seseorang yang tiada ditinggikan.

Lantas demi dalih apa ia dijadikan jatuh

     dari tempat agung-adiluhung ke lubuk jeluk di dasar baruh [resam]?

Jika lantaran Tuhan yang menjadikannya jatuh sebab hikmah tersembunyi

     bahkan dari yang tunggal, yang maha tahu, maha muhsin,

Maka keterpurukannya, tak syak, ialah pukulan telak,

     demi kembali menyelami apa yang tak ia tilik.

Dan agar kembali memafhumi masing-masing misteri

     dua dunia, di mana tangisnya belum terobati.

Ia yang jalan kurunnya terputus

     hingga tergelincir di tempat terbit fajar

Di relung tahir itu ia bagai petir yang menyambar,

     lantas buyar seolah sebelumnya ia tak bersinar

Aku diberkati dengan jawaban yang kuteroka,

     sebab api pengetahuan begitu menyala.

 

Penerjemah: Syihabul Furqon

Penyelaras bahasa: Lutfi Mardiansyah

 

[Diterjemahkan penulis dari Al-Hasini, Syarh ‘Ayniyyah Ibn Sina, Matba’ah al-Haydari: Teheran, 1954, h. 13. Bdk, Wilferd Madelung (eds), Avicenna’s Allegory on the Soul: An Ismaili Interpretation, I. B. Tauris & Institute Ismaili Studies: London, 2016.]

Posting Komentar

0 Komentar